
Kabarnesia.com – Mulutmu harimaumu di era kemajuan teknologi yang kian pesat rasanya sudah tidak lagi relevan. Pribahasa itu kini berganti dengan jemarimu harimaumu. Hanya dengan sentuhan antara jari dan layar telepon pintar bisa membuat seseorang dijebloskan ke dalam jeruji besi.
Berangkat dari kasus-kasus yang terjadi belakangan, telah banyak oknum yang diringkus akibat celotehan mereka di dunia maya. Menebar ujaran kebencian lewat jejaring sosial menjadi sangat begitu liar. Kebebasan bereskpresi telah melewati batas wajar.
Bukan hanya ujaran kebencian, namun juga berita-berita hoax serta tulisan-tulisan yang menggiring opini masyarakat juga turut meresahkan.
Baca Juga :
Menurut Ignatius Haryanto selaku pakar Jurnalistik, maraknya kasus hate speech, diakibatkan pemahaman akan kebebasan berekspresi masyarakat yang belum matang.
Ia juga mengatakan batasan dalam kebebasan berekspresi adalah ketika sudah mengancam ataupun melanggar hak asasi orang lain. Maka dalam berekspresi, sebaiknya jangan sampai mengarah kepada hal-hal yang memprovokasi kekerasan ataupun menimbulkan kebencian terhadap kelompok tertentu.
“Kebebasan berekspresi adalah hak, namun pihak lain juga punya hak untuk mendapatkan kenyamanan,” kata Ignatius dalam acara Seminar “Hate Speech, Kebebasan Berekspresi dan Hukum Media” di Universitas Esa Unggul, Sabtu (18/11/2017).
Persoalan yang juga meresahkan selain hate speech adalah berita bohong atau hoax. Pelaku yang menyebar berita bohong ini, kata Ignatius sama seperti racun yang telah membuat sakit negara ini.
“Hoax adalah racun untuk negara demokrasi,” pungkasnya.
Jadi lah pengguna sosial media yang bijak dan taat pada aturan hukum. Sebab UU ITE, siap menjerat siapa pun bagi yang melanggar. Berselancar di jejaring sosial adalah hal yang menyenangkan karena dapat menambah wawasan bahkan menambah pertemanan dan persaudaraan.
[…] Baca Juga : Igantius: Hoax Adalah Racun Untuk Negara Demokrasi […]
Comments are closed.