Antara LGBT dan Hak Asasi Manusia

0
2238
Antara LGBT dan Hak Asasi Manusia
Muhammad Zaky Rabbani-Mahasiswa (Foto: Dok. Pribadi)
obat kuat,libion,libiceng,phuceng,madu stamina,madu phuceng,sehatshop,stamina pria,madu,jahe merah,purwoceng

Oleh

Muhammad Zaky Rabbani
(Ketua BEM Universitas Esa Unggul)

Diskursus LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) sudah menjadi fenomena sejak lama. Semenjak gagasan liberalisasi dan kebebasan HAM merebak ke seluruh penjuru dunia, wacana untuk melegalkan hubungan sesama jenis baik golongan gay, lesbian maupun transgender semakin marak untuk diperjuangkan. Dan terbukti pada tahun 2015, Mahkamah Agung Amerika Serikat melegalkan pernikahan sesama jenis di 50 negara bagian.

Semenjak itu, pergerakan LGBT di dunia semakin masif. Bahkan Indonesia pun tak luput dari serangan virus ini. Hal ini bisa dilihat dari maraknya kemunculan komunitas gay maupun lesbian di kota-kota besar, bahkan media sosial pun dijadikan wadah untuk berkomunikasi sesama golongan LGBT, sehingga semakin memudahkan serta melancarkan “aktivitas” mereka.

Berbicara LGBT dari sudut pandang agama jelas sangat dilarang. Berdasarkan literatur dalam kitab suci Al Qur’an, banyak ayat yang mengecam hubungan sesama jenis. Dahulu sekitar abad 1900 SM, hidup kaum Sodom yang tinggal di dataran Arab. Kaum ini dikenal dengan tindakannya yang bertentangan dengan kesusilaan, mereka melegalkan hubungan sesama jenis. Jika ada pria muda tampan bertubuh kekar, maka yang mengejar-ngejar bukan para wanita, melainkan para pria. Melalui Nabi Luth, Tuhan sudah memperingatkan serta mengecam tindakan kaum Sodom. Tetapi, Kaum Sodom membangkang. Sehingga, turunlah azab dan musnahlah kaum Sodom.

Kendati demikian, ada pula agamawan atau setidaknya orang yang berlatar belakang pendidikan agama dengan dalil yang “agak dipaksakan” menyatakan bahwa LGBT merupakan sunnatulah, yaitu fitrah manusia yang sudah ada dari sananya. Ini sangat disayangkan, agama yang seharusnya menjadi tombak penghancur budaya seks menyimpang, malah menjadi dalih untuk melegalkan. Ditambah lagi dasar lain yang digunakan, yaitu Hak Asasi Manusia. Mereka menyebut bahwa atas nama HAM, LGBT harus dilegalkan! Maka pertanyaannya, apa betul HAM mendukung LGBT?

BACA JUGA:

Secara Historis, Indonesia mulai menggagas untuk memasukkan nilai HAM dalam konstitusinya sejak sidang BPUPKI. Begitu pun konvensi Internasional terkait HAM juga telah diratifikasi. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 dipisahkan tersendiri, BAB mengenai Hak Asasi Manusia, mulai butiran Pasal 28 A hingga 28 J, konteks HAM dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul, maupun mengeluarkan pendapat sangat dijunjung tinggi. Jadi, berbicara HAM dalam regulasi hukum di Indonesia sudah tidak diragukan lagi.

Namun demikian, HAM yang berlaku di Indonesia bukan HAM yang liberal, yang membebaskan sebebas-bebasnya tindakan manusia, sehingga negara pun tidak boleh turut campur. Akan tetapi, HAM dalam konteks itu adalah hak asasi yang tetap menghormati hak manusia yang lain, dan juga menjunjung tinggi nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

Oleh karena itu, dalam UUD 1945 Pasal 28 J ayat (2) disebutkan bahwa “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.

Dari paparan tersebut, jelas dinyatakan bahwa siapapun yang melakukan tindakan atas dasar hak dan kebebasannya harus memperhatikan nilai, norma dan ketertiban di masyarakat. Indonesia yang menganut budaya ketimuran, menjunjung tinggi moral, harus menolak tegas legalisasi hubungan dan pernikahan sesama jenis. Dengan demikian, berdasarkan amanat UUD 1945 maka LGBT tidak bisa dilegalkan atas dasar HAM, karena bertentangan kultur budayanya. Terlebih, sila pertama Pancasila berasaskan ketuhanan, maka nilai-nilai agama yang dijewantahkan dari kitab suci menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia.

Persoalan lain dari masalah legalisasi LGBT adalah HAM itu sendiri. Coba bayangkan, dalam suatu pulau hanya diisi oleh kaum gay. Hanya kumpulan pria yang saling memuaskan nafsu. Apakah kemudian akan lahir keturunan manusia di pulau tersebut? Tidak mungkin dari percampuran sperma akan terbentuk embrio. Maka, konsekuensi logis dari tidak adanya keturunan adalah kepunahan. Dan kalau manusia punah, pertanyaan selanjutnya adalah apakah HAM masih ada? HAM pun ikut punah, karena adanya HAM itu, karena adanya manusia.

Dengan demikian, atas dasar atau dalil apapun, LGBT tidak mempunyai tempat di Indonesia. Sekarang, pasca ditolaknya permohonan sanksi bagi pelaku LGBT oleh Mahkamah Konstitusi, maka harapan selanjutnya adalah ditetapkannya Undang-Undang yang memberi sanksi kepada pelaku LGBT. Jika tidak, maka negeri ini akan menjadi sekuel dari kaum Sodom abad 21.

Tulisan ini adalah murni dari suara pembaca Kabarnesia, tanpa ada perubahan apapun, kecuali beberapa hal tanpa mengubah konteks pesan. Bagi Anda yang ingin mengutarakan opini di Kabarnesia bisa mengirimkan tulisan minimal 300 dan maksimal 800 kata ke [email protected] beserta foto pribadi penulis.

Baca juga artikel menarik lainnya terkait LGBT atau informasi terkini lain di Kabarnesia.

Comments

comments