
Kabarnesia.com – Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga Kamis (11/01) siang pukul 14.00, terdapat fenomena munculnya satu pasangan calon saja, yang terjadi di 13 daerah, pada pilkada serentak 2018. Sedangkan, untuk Provinsi Banten terdapat tiga daerah yang memiliki calon tunggal pada pilkada tahun ini.
Pada 27 Juni nanti, masyarakat di Kabupaten Lebak, Tangerang dan Kota Tangerang akan dipaksa memilih petahana sebagai calon tunggal. Atau, memang terpaksa menentukan pilihan masa depan pada sebuah kotak kosong.
Berikut tiga calon tunggal pada Pilkada Banten
Pilkada Kab. Tangerang : Pasangan Ahmed Zaki Iskandar – Mad Romli
Mereka mendaftarkan diri dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kab. Tangerang periode 2018-2023 ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab.Tangerang pada Rabu (10/1).
Pilkada Kota Tangerang : Pasangan Arief Wismansyah – Sachrudin
Mereka mendaftarkan diri dalam pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tangerang periode 2018-2023 ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tangerang jelang penutupan pendaftaran pada Rabu (10/1).
Pilkada kab. Lebak : Iti Octavia Jayabaya -Ade Sumardi
Mereka mendaftarkan diri dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kab. Lebak periode 2018-2023 ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lebak pada Rabu (10/1).
Fenomena ini ternyata menarik perhatian sebagian kalangan, tak jarang para pengamat, lembaga maupun organisasi memberikan komentar ataupun penolakan.
Di Kab. Lebak sendiri terdapat Keluarga Mahasiswa Lebak (Kumala) yang menolak jika pada perhelatan Pilkada Lebak 2018 nanti hanya akan diikuti oleh calon tunggal saja.
BACA JUGA:
- Jelang Pilkada 2018, Ridwan Kamil: Bukan Saya yang Tentukan Pasangan
- Ini Dia Potensi Kemenangan Kang Emil di Pilgub Jabar
Imam Nurhakim selaku Ketua Kumala mengatakan, pada saatnya nanti pihaknya tidak ingin Pilkada hanya diikuti oleh satu pasangan saja. Oleh karenanya, Imam, berharap elit politik Lebak yang ada, hendaknya berani memunculkan sosok yang akan bertarung melawan petahana, dan munculnya calon tersebut sangat diyakini, lantaran sumber daya manusia di Lebak sangat mumpuni.
Walau pada saatnya nanti, kata Imam sama sekali tidak ada calon bupati dan wakil bupati yang akan bertarung. Maka, pihaknya mengatakan, adanya kegagal terhadap seluruh partai politik. Lantaran, tidak bisa mencetak kader yang mumpuni, dan mahasiswa pun menilai jika dunia pendidikan di Lebak juga gagal, karena tidak bisa melahirkan sosok pemimpin.
“Tentu saja hal itu sangat memprihatinkan, masa dari sekian banyak penduduk di Lebak, tidak ada satupun yang bisa ikut bertarung pada perhelatan Pilkada Lebak 2018, kan ironis ?,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (12/6).
Direktur Eksekutif Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Banten, Ari Setiawan, juga ikut serta dalam memberikan komentar.
“Sebenarnya ini tidak baik bagi masyarakat, karena seolah tidak diberikan pilihan lain lagi untuk menentukan siapa yang dianggap mampu memperbaiki kondisi mereka,” ujarnya, Kamis (23/11).
Menurut Ari, tidak adanya kader internal parpol dalam bursa Pilkada Kota Serang, menunjukkan gagalnya parpol untuk melakukan kaderisasi. Ia menyatakan, sebagai satu-satunya lembaga yang diberikan mandat untuk melakukan pendidikan politik bagi masyarakat, parpol malah terjebak dalam nuansa pragmatis pilkada, ketimbang mencetak kader terbaik yang disiapkan untuk jadi pemimpin.
“Yang harus diingat, parpol dibiayai oleh negara, sebab itu ada pertanggungjawaban dari pihak parpol ketika uang dari rakyat tersebut tidak mampu dijawab dengan adanya kader internal yang memiliki rekam jejak baik, kemampuan manajerial dan jiwa kepemimpinan yang kuat,” kata Ari.
BACA JUGA: Tolak Pencalonan: Pendirian Risma Berbuah Bunga
Sementara, di Kota Tangerang terdapat pengamat dari Lembaga Kebijakan Publik Kota Tangerang, Ibnu Jandi, yang turut memberikan komentar. Menurutnya, dengan munculnya pasangan calon tunggal, sistem kaderisasi partai politik gagal total.
“Di Pilkada Tangerang, hampir semua partai politik mandul. Tidak berani bertarung dan mengusung calon untuk pilkada tahun ini,” ujar Jandi.
“Harusnya mereka para partai politik itu punya malu. Harus berani, ini kan demokrasi,” tambahnya, Minggu (7/1).
Fenomena calon tunggal atau aklamasi ini dinilai oleh Dekan Fisip Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Agus Safari karena kuatnya politik dinasti dan cara berdemokrasi yang tidak sehat selama ini di Banten.
Partai politik tidak memberikan pendidikan kepada warganya. Para elit juga menunjukan sifat pragmatisnya yang tak siap kalah dalam kontestasi Pilkada. Selain itu, masyarakat Banten selama ini juga belum melek politik. Keterbatasan akses informasi berimbang sulit didapatkan warga Banten karena terjadi monopoli ruang sosialisasi dan promosi politik oleh masing-masing petahana dan keluarganya.
Meskipun demikian, KPU tetap melakukan pemungutan suara di tiga daerah yang mana hanya memiliki calon tunggal dengan pilihan kotak kosong.
“Tidak ada lawan kotak kosong, kalau boleh aklamasi, aklamasi yah,” kata Iti Octavia kepada wartawan di Hotel Le Dian, Kota Serang, Banten, Jumat (22/12) tahun lalu.
Baca juga artikel menarik lainnya terkait Pilkada atau informasi terkini lain di Kabarnesia.
[…] Tiga Calon Tunggal di Pilkada Banten: Uang Rakyat Untuk Partai Sia-Sia […]
[…] BACA JUGA: 3 Calon Tunggal di Pilkada Banten: Uang Rakyat Untuk Partai Sia-Sia […]
Comments are closed.