Beginilah Riwayat Perseteruan Dua Korea

1
541
asal-usul perseteruan korea utara dan korea selatan
Riwayat perseteruan dua Korea (Ilustrasi: Blogger)
obat kuat,libion,libiceng,phuceng,madu stamina,madu phuceng,sehatshop,stamina pria,madu,jahe merah,purwoceng

Kabarnesia.com – Hubungan dingin antara Korea Utara dan Korea Selatan sudah berlangsung lama. Setelah berakhirnya Perang Dunia II yang ditandai dengan kekalahan Jepang di Pasifik, negara-negara jajahan Jepang sebagian langsung memerdekakan diri (contohnya Indonesia), dan sebagian masih berada dalam administrasi pasukan sekutu sebelum memproklamasikan kemerdekaannya, contohnya Korea.

Di semenanjung Korea, ada dua kekuatan besar pasukan sekutu yang bercokol, yaitu Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet (US), yang secara ideologi sangat bertolak belakang. Alasan mereka berada di Korea adalah untuk mengawasi transisi pengalihan kekuasaan kepada bangsa Korea, juga untuk mengawasi Jepang yang terletak dekat dengan Korea.

Namun, alasan lain kenapa AS datang ke sana adalah karena mereka khawatir Uni Soviet akan menduduki Korea pasca perang. Alhasil, Korea pun terbagi menjadi dua sampai terbentuknya pemerintahan Korea yang mandiri. Kini, dua sisi Korea terbelah di 38 derajat lintang utara, dan ini alasan kenapa perbatasan antara kedua negara sering disebut sebagai Paralel 38. Bagian utara disokong oleh US, dan bagian selatan oleh AS. Secara kasat mata, inilah awal dari terpecahnya bangsa Korea.

Ketegangan antara kedua Korea ini terus meningkat. Pada tanggal 25 Juni 1950, atas izin Rusia, Korea utara meluncurkan  tank-tank dan pasukan infanteri untuk mulai menyerang Korea Selatan. Militer Korea Utara menyeberangi perbatasan dan melakukan invasi atas Korea Selatan. Pada 4 Januari 1951, tentara Korea Utara yang dibantu Cina berhasil menguasai Seoul. Sebab, kala itu Korea Selatan belum memiliki kekuatan militer untuk melawan Korea Utara.

Tindakan ini memulai Perang Korea yang berlangsung selama tiga tahun. Perang tahun 1950-1953 berakhir dengan tanpa kemenangan, kecuali angka korban jiwa yang signifikan di kedua belah pihak, yaitu mencapai angka 2 juta jiwa. Ketika itu, politik global masih bipolar, Amerika Serikat dan Uni Soviet, perang masih dalam tataran perang militer, kemajuan tekonologi dan peradaban dunia tak sepesat saat ini.

Pada 27 Juli 1953 – Amerika Serikat, RRC, dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata. Namun, Presiden Korea Selatan saat itu, Seungman Rhee, menolak menandatanganinya, tetapi tetap berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata tersebut. Kedua belah pihak juga menyepakati zona netral yang disebut Zona Demiliterisasi untuk memisahkan kedua negara. Jika dilihat secara resmi, perang ini bisa dikatakan belum berakhir dan masih berlangsung hingga saat ini.

Perang ini juga disebut “perang yang dimandatkan” atau dalama bahasa inggrisnya “proxy war”, antara Amerika Serikat dan sekutu PBB-nya dan komunis Republik Rakyat Cina dan Uni Soviet (juga anggota PBB). Peserta perang utama adalah Korea Utara dan Korea Selatan.  Sekutu utama Korea Selatan termasuk Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Britania Raya, meskipun banyak negara lain mengirimkan tentara di bawah bendera PBB.
Sekutu Korea Utara, seperti Republik Rakyat Tiongkok, menyediakan kekuatan militer, sementara Uni Soviet yang menyediakan penasihat perang dan pilot pesawat, dan juga persenjataan, untuk pasukan Tiongkok dan Korea Utara.

BACA JUGA:

Pada tahun 1994, kematian Kim Il-Sung membawa Kim Jong-Il  menggantikan ayahnya sebagai pemimpin baru Korea Utara. Pada tahun yang sama, Korea Utara setuju untuk menghentikan program nuklirnya dan memulai beberapa hubungan kerja sama dengan Amerika Serikat.

Dan ketika Presiden Korea Selatan, Kim Dae Jung, mulai berkuasa pada tahun 1998 ia mengumumkan ‘Sunshine Policy’ , sebagai suatu kebijakan yang bertujuan meningkatkan interaksi antara kedua negara.

Pelunakan hubungan ini juga terlihat pada tanggal 13-15 Juni tahun 2000, ketika pertemuan tingkat tinggi antar Korea diadakan untuk pertama kalinya.

‘Sunshine Policy’ mendapatkan ujian pertama pada bulan Oktober 2002 ketika AS mengumumkan Korea Utara telah kembali memulai program rahasia senjata nuklir. Hal itu menyulut ketegangan antara AS dan Korea Selatan dengan Korea Utara.

Dalam pidato pelantikan Presiden Korea Selatan Roh Moo Hyun tanggal 25 Februari 2003, dia berjanji akan membangun Korea Selatan menjadi ‘pusat Asia Timur Laut’, untuk meningkatkan hubungan antar Korea dan memimpin Korea Selatan menuju ‘era perdamaian dan kemakmuran’.

Pertemuan Tingkat Tinggi antar Korea kembali diselenggarakan pada tanggal 2–4 Oktober 2007 di Pyongyang. Kim Jong-Il memberikan hadiah kepada Presiden Roh Moo-Hyun berupa 4 ton ‘songi’ (jamur matsutake) senilai 2,6 juta dollar Amerika.  Kedua kepala negara mendiskusikan tentang kemajuan hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan,  serta perdamaian di Semenanjung Korea dan kesejahteraan rakyat Korea dan penyatuan Korea.

Selama 60 tahun, Sejak perang 1950-1953, Korea Utara dan Korea Selatan tak pernah mengalami perang terbuka dan total, hanya ada serangkaian perang terbatas. Meskipun kedua negara memiliki dukungan negara besar seperti Amerika Serikat dan Uni Soviet (Rusia), tetap saja tak pernah terjadi perang berskala dan intensitas besar maupun massif.

BACA JUGA:

Pada 26 Maret 2010, kapal perang Korea Selatan Cheonan meledak dan tenggelam di perairan Laut Kuning dekat perbatasan maritim dengan Korea Utara. Menurut tim peneliti internasional, ledakan itu terjadi karena torpedo yang ditembak dari kapal selam Korea Utara. Hal ini juga yang membuat Korea Selatan mengakhiri semua hubungan perdagangan dengan tetangganya tersebut. Kemudian Korsel menaruh curiga pada Korut. Hubungan kedua negara memanas.

Ketegangan dua negara terus terjadi lantaran Korea Utara terus melakukan uji coba nuklir. Kementrian Penyatuan Korea Selatan secara resmi menyatakan bahwa kebijakan yang dicanangkan presiden Korsel ‘Sunshine Policy’ gagal, dan membawa kepada berakhirnya kebijakan tersebut. Pada 24 November 2010, Korut melakukan serangan artileri ke pulau Yeonpyeong yang menjadi markas militer Korsel. Peluncuran artileri dari Korea Utara menyebabkan kematian dua warga sipil dan dua anggota militer Korea Selatan.

Pada tanggal 17 Desember 2011, Kin Jong-Il meninggal setelah menderita serangan jantung, dan putranya, Kim Jong-Un, diumumkan sebagai pengganti. Kematian presiden Korea Utara Kim Jong II pada 2011 yang kemudian digantikan oleh Kim Jong-un semakin membuat jarak yang lebar antara kedua negara. Kim Jon-un secara tegas melakukan ancaman verbal untuk melakukan serangan rudal terhadap Seoul termasuk Amerika Serikat yang menjadi sekutu Korea Selatan

Tanggal 1 Januari 2013, Kim Jong-Un menyampaikan pesan tahun baru lewat siaran televisi, menyerukan untuk membina hubungan lebih baik dengan Korea Selatan. Tapi pada bulan Februari 2013, Korea Utara melakukan uji coba nuklir ke-3, yang dikatakan dua kali lebih besar dibandingkan dengan uji coba sebelumnya.

Dan pada April 2013, Korea Utara mengatakan bahwa mereka akan memulai fasilitas nuklir utamanya di Yongbyon, yang dikatakan akan meningkatkan kekuatan nuklir Korea Utara secara kualitas maupun kuantitas.

Dan di tahun 2017 ketegangan kedua negara  kerap terjadi. Hal ini makin diperburuk dengan tindakan Korut yang seakan mengabaikan desakan internasional untuk menghentikan uji coba nuklirnya. Sehingga pada 21 Agustus 2017, Militer Korsel dan AS mulai menggelar simulasi perang di tengah ketegangan program nuklir Korut. Tak hanya itu, di awal bulan September, pesawat pengebom AS terbang di atas Semenanjung Korea sebagai latihan pengeboman terhadap fasilitas nuklir Korut.

Aktivitas yang dilakukan Korsel dan AS ternyata mendatangkan respon negatif dari korut, tertanggal 3 September Korut sukses melaksanakan uji coba bom hidrogen. Yang menimbulkan pengecaman oleh masyarakat dunia, karena dianggap sebagai bentuk provokasi . Menanggapi hal itu,  di bulan yang sama, Korsel meminta AS untuk menempatkan pesawat pengebom di Semenanjung Korea setelah Korut memberikan sinyal akan meluncurkan misil jarak jauh.

Ketika berbagai persoalan kerap melanda hubungan bilateral negara bersaudara ini, maka memungkinkan pihak yang merasa terdzalimi akan melakukan perlawanan. Siapa yang menzalimi dan terdzalimi tentu subyektif bagi kedua negara. Hal sekecil apapun bisa saja menjadi pemicu perang.

Yang menarik, karena perjanjian perdamaian tidak pernah ditandatangani oleh salah satu pihak, maka sampai sekarang kedua negara tersebut secara ‘resmi’ masih dalam kondisi perang. Hanya sebuah gencatan senjata saja  yang diumumkan.

Baca juga artikel menaik lainnya terkait duo Korea atau informasi terkini lain di Kabarnesia.

Comments

comments

1 KOMENTAR

Comments are closed.