Mahar Politik: Ada Namun Sulit Dibuktikan

1
153
Mahar politik menjelang pilkada 2018
Mahar politik menjadi salah satu yang hangat dipebincangkan menjelang Pilkada Serentak 2018 (Ilustrasi: Monitor)
obat kuat,libion,libiceng,phuceng,madu stamina,madu phuceng,sehatshop,stamina pria,madu,jahe merah,purwoceng

Kabarnesia.com – Dalam pilkada serentak 2018, ongkos politik menjadi masalah nyata bagi para calon yang akan maju menjadi kepala daerah ataupun wakil kepala daerah. Namun, tak hanya persoalan biaya kampanye yang besar, mahar politik pun nampaknya menjadi syarat ketentuan yang lazim terjadi.

Dalam pilkada serentak 2018 yang dilakukan di 171 daerah, tak jarang isu-isu mahar ditemukan, dan tersebar luas di berbagai media. Bahkan, hingga menimbulkan kekacauan dalam internal partai.

Menanggapi maraknya isu-isu mahar, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi menyatakan pendapatnya tentang benarnya keberadaan mahar politik.

“Bagi kita itu kan memang fenomena yang selama ini ditengarai ada. Tapi, proses pembuktiannya sulit,” ujar Pramono, di Jakarta, Jumat (12/1).

Indonesia Corruption Watch (ICW) turut prihatin atas apa yang terjadi pada pilkada serentak 2018, ICW mencatat ada beberapa kasus yang terjadi.

BACA JUGA:

Di Pilkada Jawa Barat, menurut pengakuan Dedi Mulyadi, terdapat oknum dalam Partai Golkar yang sempat meminta dirinya untuk memberikan dana sebesar Rp 10 Miliar sebagai mahar. Dan ini terjadi saat kepemimpinan Setya Novanto di Partai Golkar.

Di Pilkada Cirebon, menurut pengakuan Brigjen (Pol) Siswandi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sempat meminta mahar untuk dapat mengusungnya, namun tak digubris olehnya, dan ternyata hal itu membuat dirinya gagal dicalonkan oleh partai tersebut.

Di Pilkada Jawa Timur, menurut pengakuan La Nyalla, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sempat memintanya uang sebesar Rp 40 Miliar untuk dapat mengusungnya.

Dan Terakhir, di internal Partai Hanura sempat terjadi kekacauan, yang diduga salah satu penyebabnya dikarenakan persoalan mahar politik.

Pramono mengatakan proses pengusungan kandidat seharusnya sesuai dengan visi misi antara pengurus partai politik dengan calon yang akan diusung, hingga terbentuknya kesepakatan. Bukan dengan Mahar politik, yang merupakan satu bentuk pelanggaran dalam Undang-Undang Pilkada, dan dinilai dapat menciderai makna demokrasi.

“Tetapi, kalau dengan mahar, kan itu semua menjadi termanipulasi. Karena mahar, jadi hancur nilai-nilai demokrasinya,” ujar Pramono.

BACA JUGA: 3 Calon Tunggal di Pilkada Banten: Uang Rakyat Untuk Partai Sia-Sia

Perilaku mahar politik sendiri diatur dalam UU tentang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 yang berisi, setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada partai politik atau gabungan partai politik dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.

Kasus mahar yang tersebar saat ini, dianggap hanyalah sebagian kecil yang telah terungkap, masih banyak kasus yang lebih besar yang masih terpendam. Hal ini di nyatakan oleh Koordinator ICW Donal Fariz Nasution.

“Kasus mahar ini seperti gunung es. Tampak kecil di permukaan, tapi sangat besar di bawah permukaan,” ucap Donal, dalam jumpa pers di Kantor ICW, Jakarta, Selasa (16/1)

Baca juga artikel menarik lainnya terkait Pilkada atau informasi terkini lain di Kabarnesia.

Comments

comments

1 KOMENTAR

Comments are closed.