Mengingat Kisah Dukuh Legetang, Sebuah Desa dengan Naluri Seksual Menyimpang

1
9320
dukuh legetang, desa yang tenggelam dalam satu malam
Peta letak posisi Gunung Pengamun-amun dan Dukuh Legetang (Foto: Kaskus)
obat kuat,libion,libiceng,phuceng,madu stamina,madu phuceng,sehatshop,stamina pria,madu,jahe merah,purwoceng

Kabarnesia.com – Dukuh Legetang yang masuk dalam wilayah Banjarnegara, Jawa Tengah, sempat mengalami peristiwa yang sangat menggemparkan di tahun 1955. Kala itu, satu desa beserta semua penduduknya lenyap hanya dalam waktu satu malam tertimbun oleh puncak sebuah gunung.

Anehnya, gunung tersebut berada di lokasi yang lumayan jauh dari Dukuh Legetang. Namun, puncak gunung tersebut mampu berpindah ke suatu tempat untuk mengubur satu desa beserta isinya.

Lokasi Dukuh Legetang yang berada di sebelah utara dataran tinggi Dieng, merupakan dukuh yang makmur. Kondisi tanah yang subur membuat mayoritas masyarakat dukuh Legetang bekerja sebagai petani. Meski demikian, para petani tersebut cukup sukses, beragam jenis sayuran dan buah mampu dihasilkan olehnya dengan kualitas yang lebih baik dari daerah lain.

Namun,  di lain sisi, perilaku masyarakat dukuh Legetang sangat tercela, mereka sangat senang melakukan berbagai bentuk kemaksiatan. Mulai dari perjudian hingga perzinaan, tak peduli pria dengan wanita,  ibu dengan anak, bahkan tak jarang pria dengan pria (homoseksual) pun tetap melakukan perzinaan.

Setiap malam, mereka selalu mengadakan pesta lengger di sebuah pendopo, kesenian tradisional yang dibawakan seorang penari wanita, dan biasa diakhiri dengan kemaksiatan. Hingga di suatu malam, tepat pada 17 April 1955, terjadi hujan yang begitu lebat, namun masyarakat dukuh Legetang masih saja tenggelam dalam kemaksiatan.

Dan di pertengahan malam, terdengar suara keras layaknya sebuah ledakan bom yang amat besar. Suara tersebut terdengar hingga ke desa-desa yang berada di sekitarnya. Namun, kondisi yang gelap dan licin membuat masyarakat tidak berani keluar untuk menengok ledakan tersebut. Di pagi harinya, barulah mereka mengecek suara keras yang terjadi tadi malam.

BACA JUGA:

Masyarakat yang berada di sekitar Dukuh Legetang dikagetkan oleh suatu peristiwa dahsyat, di mana puncak Gunung Pengamun-amun sudah terbelah, dan mereka bertambah kaget bukan kepalang ketika mengetahui dukuh Legetang beserta isinya telah tertimbun oleh irisan Gunung Pengamun-amun, tidak hanya tertimbun tapi membentuk sebuah bukit baru.

Kejadian tersebut dianggap masyarakat sekitar sebagai azab atas perbuatan masyarakat Dukuh Legetang yang selalu berbuat maksiat. Peristiwa tersebut memakan 351 korban jiwa, 19 di antaranya berasal dari luar Dukuh Legetang.

Tugu Peringatan Dukuh Legetang di kawasan pegunungan Dieng
Tugu Peringatan Dukuh Legetang di kawasan pegunungan Dieng (Foto: Net)

Menilik Cerita Dukuh Legetang Masa Kini

Fenomena perzinaan homoseksual yang termasuk dalam jenis  LGBT, ternyata semakin merajalela di Indonesia saat ini, bahkan hingga ratusan pria sempat terlibat dalam berbagai kasus.
 
Di tahun 2017 lalu, Tim Gabungan Polres Jakarta Utara dan Polsek Kelapa Gading menggerebek 144 pria yang sedang melakukan seks sejenis di Ruko Inkopal dan Fitnes Atlantis di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Sementara dua pekan lalu, Polres Cianjur, Jawa Barat, berhasil menciduk 5 pria yang telah melakukan pesta seks di sebuah vila di kawasan Cipanas, Sabtu (13/1).

Maraknya pesta gay yang ditemukan membuat sebagian dari kalangan ulama merasa miris serta prihatin. Kejadian-kejadian yang pernah menimpa bangsa Indonesia, seperti di Dukuh Legetang tidak dapat dijadikan pelajaran bagi masyarakat luas. Para ulama menganggap nilai-nilai moral yang tertanam dalam bangsa Indonesia kini kian terkikis.

“Jika benar terjadi pesta maksiat gay itu, jelas ini merupakan penodaan dan pelecehan terhadap agama dan budaya bangsa yang memiliki nilai-nilai moral yang luhur,” ujar ketua Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat, HM Baharun, pada Mei tahun lalu.

Penyimpangan ini tidak dibenarkan dalam dalam agama apapun. Fenomena ini dianggap sudah kelewat batas, “Akal sehat mana yang bisa menerima penyimpangan seksual ini, bahkan hewan pun tidak melakukannya. Ini jelas bukan kesetaraan. Ini melawan norma apa pun,” sambung Baharun.

Baca juga artikel menarik lainnya terkait LGBT atau informasi terkini lain di Kabarnesia.

Comments

comments

1 KOMENTAR

Comments are closed.