
Kabarnesia.com – Setiap tahun, berbagai macam bencana kerap menghampiri bumi Indonesia. Di balik kekayaan alam yang dimilki, nampaknya ada potensi bencana besar yang menanti. Di tahun 2018, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memprediksikan ribuan bencana akan terjadi di wilayah Indonesia.
“Diprediksi kejadian bencana selama tahun 2018 lebih dari 2000 kejadian bencana yang terjadi di wilayah Indonesia,” ujar Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Kamis (21/12) tahun lalu.
Melihat kondisi alam Indonesia saat ini, kerusakan lingkungan terjadi dimana-mana. Maka bencana alam seperti banjir, tanah longsor hingga angin puting beliung diperkirakan masih akan mendominasi pada tahun ini. Sebesar 90% bencana yang akan terjadi, masuk dalam kategori bencana hidrometeorologi.
Bencana yang disebabkan oleh faktor-faktor meteorologi sebenarnya tidak akan terlalu parah apabila tidak adanya kerusakan lingkungan yang masif akibat penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
“Besaran dari banjir dan longsor tergantung dari besaran intensitas hujan kondisi lingkungan saat ini yang sudah ‘darurat ekologis’ di mana kerusakan lingkungan, degradasi hutan, DAS kritis tingginya kerentanan dan lainnya menyebabkan bencana banjir dan longsor meluas,” ujar Sutopo.

Parameter curah hujan, kelembaban, angin, dan temperatur menjadi pemicu bencana ini selama musim penghujan. Sutopo mengatakan bencana hidrometeorologi berlangsung selama musim penghujan, yaitu November 2017 hingga April 2018, dengan puncak kejadian bencana pada Januari hingga Februari 2018.
Untuk daerah-daerah yang merupakan rawan banjir harus tetap waspada. “Banjir masih akan banyak terjadi di daerah-daerah yang rawan banjir sesuai dengan peta rawan banjir,” ujar Sutopo.
BACA JUGA:
- Bencana Alam 2018 Mulai Jamah Jepang dan Filipina dengan Letusan Gunungnya
- Bencana di Empat Negara Kemarin, Berhubungan atau Kebetulan?
Sementara gempa bumi diprediksikan juga masih akan terjadi, namun dari pihak BNPB belum bisa memastikan bencana alam tersebut akan terjadi di mana saja dan kapan saja.
“Namun diprediksi gempa terjadi di luar jalur subduksi di laut dan jalur sesar di darat. Perlu diwaspadai gempa-gempa di Indonesia bagian timur yang kondisi seismisitas dan geologinya lebih rumit dan merentan lebih tinggi. Potensi tsunami sangat tergantung dari besaran gempa bumi dan lokasinya. Jika gempa lebih dari tujuh skala richter, kedalaman kurang dari 20 km dan berada di jalur subduksi maka akan berpotensi tsunami. Sistem peringatan dini tsunami sudah lebih baik dibanding sebelumnya,” tambah dia
Sementara untuk kondisi alam Indonesia, hutan memilki peran yang besar dalam pengendalian daur air yang harus dapat direstorasikan kembali. Jika hal, itu terjadi maka hutan dapat berkontribusi dalam pengurangan resiko bencana hidrometeorologi.

Berbagai kalangan manusia sering memanfaatkan lahan tanpa memperhatikan fungsi kawasan dan tanpa disadari perilaku tersebut mampu menimbulkan bencana. Jumlah DAS kritis di Indonesia semakin meningkat akibat daya dukung dan daya tampung dalam DAS yang tidak memadai. Jumlah DAS kritis terbukti dengan bertambahnya jumlah kejadian bencana hidrometeorologi.
Kerusakan hutan dan pengurangan luasan hutan terus terjadi. Kerusakan hutan di Indonesia dimulai sejak awal 1970-an, pemerintah pada saat itu membagi-bagi kawasan hutan produksi di Indonesia kepada para pemegang konsesi untuk dipanen kayunya.
BACA JUGA: Begini Dampak Gempa Bumi 7,1 SR di Selatan Pulau Jawa
Sekitar 600 lebih perusahaan pemegang konsesi hutan produksi (HPH) memanen kayu-kayu di hutan alam Indonesia, hingga sektor kehutanan pada waktu itu menduduki peringkat kedua penghasil devisa negara terbesar setelah minyak bumi.
Mirisnya praktek pemanenan kayu tidak dibarengi dengan proses pemulihan hutan, maka luasan hutan yang terdegradasi semakin bertambah.
Menurut data Kementrian Kehutanan, tahun 1985-1997 pengurangan luasan hutan mencapai 22,46 juta hektar, atau 1,87 juta hektar per tahun. Periode 1997-2000 pengurangan luasan hutan bertambah pesat hingga mencapai 2,84 juta hektare per tahun. Dan periode 2000-2005 menurut hasil analisis citra SPOT Vegetation menunjukkan pengurangan penutupan hutan sebesar 1,08 juta hektar per tahun.
Berdasarkan data dan informasi diatas, keberadaan hutan terutama di daerah hulu DAS memiliki hubungan yang kuat terhadap kejadian bencana hidrometeorologi. Yang terpenting adalah seluruh elemen masyarakat dapat berperan dan berkontribusi untuk pemulihan lingkungan dan hutan guna mewarisi lingkungan yang lebih baik serta menjauhkan dari timbulnya pemicu bencana.
Baca juga artikel menarik lainnya terkait bencana atau informasi terkini lain di Kabarnesia.
[…] Indonesia dan 2000 Bencana yang Melanda Tahun Ini […]
Comments are closed.