
Kabarnesia.com – Korea Utara mendapatkan sejumlah sanksi selama tahun lalu karena program senjata nuklirnya dan berulang kali melakukan uji coba rudal konvensional.
Negara ini juga mengklaim telah mengembangkan senjata nuklir secara penuh, meskipun masih ada sikap skeptis di kalangan internasional mengenai kapasitas maksimal untuk melakukan sebuah serangan.
Pada November lalu, Korut melakukan uji coba Hwasong-15, yang dapat mencapai ketinggian 4.475 kilometer atau lebih dari 10 kali Stasiun Luar Angkasa Internasional.
Negara yang terisolasi secara politik tersebut telah melakukan enam kali uji coba nuklir dan memamerkan peningkatan kekuatan rudal.

Bahkan dalam pidatonya pada tahun baru 2018, Kim Jong-Un mengancam Amerika Serikat, dengan mengatakan tombol nuklir mereka berada tepat di atas meja kerjanya.
Tapi, ternyata bukan hanya nuklir saja yang harus dunia khawatirkan. Juga bukan adu mulutnya dengan Donald Trump yang akan memecah kedamaian, melainkan para ‘hacker‘ yang didik oleh Kim Jong Un.
Salah satu dari tiga unit hacking utama Korea Utara, dalam sebuah pergeseran mobilisasi strategis, sedang mencari target dari luar negeri dan ‘sengaja’ tidak menutup jejaknya, sebuah tanda bagaimana organisasi tersebut harus terus maju di bawah sanksi yang diperketat.
Hacking, untuk apa? Layanan internet Korea Utara bahkan tidak ada apa-apanya dengan negara se-ibunya, Korea Selatan. Tapi, Kim Jong Un punya pendapat lain mengenai hal ini.
Kehebatan hacking Korea Utara hampir sama mengkhawatirkannya untuk orang-orang secara global dan disebut sama dengan persenjataan nuklirnya.
Mei lalu negara tersebut bertanggung jawab atas hacker fenomenal bernama WannaCry, yang selama beberapa hari menginfeksi dan membobol komputer di seluruh dunia, menuntut agar beberapa organisasi membayar uang tebusan via Bitcoin untuk membuka data mereka.
BACA JUGA:
Beberapa tahun sebelumnya, Korea Utara juga mencuri dan menerbitkan korespondensi pribadi eksekutif di Sony Pictures Entertainment, yang telah menghasilkan film kontroversial berjudul The Interview.
Bukan tanpa alasan Korea Utara melakukan hal ini. Perekonomian negara yang semakin melemah memaksa mereka untuk ‘menjambret’ negara-negara yang mempunyai penghasilan besar.
Para ahli di pemerintahan Korea Selatan mengatakan bahwa selama bertahun-tahun, Korea Utara telah mengirim ratusan hacker ke negara-negara tetangga seperti Cina, India, dan Kamboja, di mana mereka telah mengumpulkan ratusan juta dolar.
Kelompok hacking ini, yang dikenal sebagai Lazarus, menggunakan sejumlah metode untuk menargetkan banyak orang.
Kelompok tersebut telah melakukan operasi sejak setidaknya tahun 2009, saat mereka melancarkan serangan ke situs AS dan Korea Selatan dengan menginfeksi komputer dengan virus yang dikenal sebagai MyDoom. Kelompok ini terutama menargetkan Korea Selatan sebagai korbannya.
BACA JUGA: Perundingan Korut – Korsel: Bentuk Kekalahan Kim Jong-Un?
Menurut perusahaan keamanan dunia maya Recorded Future, Lazarus, mengeksploitasi kelemahan keamanan pada Hangul, sebuah program pengolah kata berbahasa Korea.
Sasaran kampanye hacking juga muncul sebagai pengguna pertukaran kripto Coinlink (bursa saham), sumber bursa lainnya, dan sebuah kelompok yang disebut Friends of the Ministry of Foreign Affairs, yang terdiri dari siswa.
Sampai saat ini Korea Utara mungkin hanya memfokuskan target mereka pada Korea Selatan dan Amerika Serikat dan negara-negara kaya lainnya untuk mengambil data-data penting, rahasia dan uang yang tidak sedikit.
Indonesia? Mungkin bisa jadi target empuk selanjutnya, jika Kim Jong Un sudah menyadari kekayaan Indonesia yang tidak sedikit.
Baca juga artikel menarik lainnya terkait Korea Utara atau informasi terkini lain di Kabarnesia.
[…] Korea Utara, Negara Cerdik atau Licik? […]
Comments are closed.