

Kabarnesia.com – Indonesia adalah negara yang cukup besar untuk memihak di antara negara-negara kuat. Sebagai kekuatan menengah Asia yang muncul, Indonesia harus mempertahankan kebebasan aksi diplomatiknya terhadap bentuk konflik internasional manapun di dunia.
Kemewahan terletak di tengah keseimbangan kekuatan Asia yang bergeser, memberi Indonesia keuntungan karena dapat memainkan peran penengah yang jujur dalam hubungan antara Cina dan AS.
Ini bukan peran yang diinginkan oleh negeri ini, tetapi akan diterima dengan hormat oleh kedua belah pihak yaitu antara Beijing dan Washington untuk menganggapnya sebagai perantara yang kredibel.
Tergelincir ke dalam lingkup pengaruh eksklusif apa pun, AS atau Cina tidak akan mampu menghancurkan pengaruh yang dimiliki Indonesia dalam hubungannya dengan kekuatan kedua negara terbesar dunia tersebut.
Antara Cina dan Indonesia
Apa yang membedakan Indonesia adalah hubungan kekerabatannya dengan Cina. Meskipun banyak orang Indonesia yang secara pribadi, atau publik, berbagi keprihatinan dari beberapa negara tetangga atas ketegasan militer Cina di Laut Cina Selatan, kebijakan Indonesia terhadap Cina jugalah yang menghalangi Cina untuk menahan Indonesia.
Tidak ada ancaman Cina terhadap Indonesia. Dan semua yang menjadi ekspektasi negara ini adalah tampilan strategis kekuatan ekonomi dan militer Cina yang bertanggung jawab.
Sama halnya, Indonesia tidak dapat menjadi bagian dari keinginan Cina untuk membentuk pasukan melawan kehadiran Amerika di wilayah Indo-Pasifik, meskipun ada, itu tetap tidak mungkin terjadi karena notabenenya AS memiliki kepentingan yang sah di benua ini terkait dengan aspirasi negara-negara Asia lainnya.
BACA JUGA:
- Park, Presiden Wanita Pertama Korea Selatan yang Berakhir di Jeruji Besi
- Perang Dagang Antara Amerika dan Cina, Akankah Indonesia Terseret?
Indonesia, seperti Cina, adalah negara Asia yang besar. Tentu saja, keduanya adalah negara globalis. Kedua negara adalah saksi yang menyaksikan Konferensi Bandung tahun 1955 yang berusaha memetakan masa depan bagi dunia.
Cina, bersama dengan India dan Mesir, adalah pemain penting pada pertemuan tanda tangan para pemimpin Afro-Asia di Indonesia.
Meskipun Gerakan Non-Aligned (tidak bersekutu) yang muncul dari konferensi gagal mencapai tujuan globalnya, apa yang terjadi di Bandung adalah harapan untuk masa depan di mana perdagangan ekonomi dan intelektual di antara negara-negara akan menggantikan jalan selain menuju peperangan dan subversi sebagai sarana untuk mencapai kebesaran nasional.
Di antara 2 negara yang bersitegang
Presiden AS Donald Trump telah mengisyaratkan suasana konservatif baru dalam strategi Amerika dengan menarik negaranya keluar dari Trans-Pacific Partnership dan Paris Accord on Climate Change.
Itu adalah salah satu cara untuk mengatakan bahwa Amerika menjadi protektif. Memang belum terasa dampaknya, tetapi kita nantinya akan melihat Trump mencoba menopang kekuatan domestik Amerika sehingga dapat memposisikannya sebagai kekuatan global. Sedangkan, dalam masa peralihan, tingkat pengaruh Amerika di luar negeri akan menurun.
Mengikuti lintasan yang berlawanan, Cina berusaha untuk menginternasionalkan kekuatan domestiknya. Setelah berhasil berfokus pada perluasan ekonomi domestiknya untuk membuatnya kurang bergantung pada dunia, Cina telah mengumumkan re-entry-nya di panggung global melalui serangkaian tindakan yang secara bersamaan berani dan pragmatis.
Cina sedang mencoba untuk mengintegrasikan Asia, Eropa dan Afrika dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam usaha manusia baru-baru ini. Ini adalah usaha yang benar-benar luar biasa.
Luhut B. Pandjaitan selaku Menteri Koordinator Kemaritiman Indonesia mengatakan bahwa Indonesia dan Cina telah mengatasi masa lalu mereka yang sulit dan berbagi keyakinan dalam pembangunan Asia. Namun, sebagai kekuatan menengah, Indonesia tidak akan memilih antara Cina dan AS, tetapi dapat memediasi antara keduanya.
Baca juga artikel menarik lainnya terkait Kabar Internasional atau informasi terkini lain di Kabarnesia.