

Kalau sampai dolar Rp 15.000 maka secara tidak langsung BUMN kita akan kolaps dan itu bukanlah main-main.
Kabarnesia.com – Dolar Amerika Serikat (AS) saat ini tengah berada pada level yang cukup tinggi, dengan kondisi yang semakin meningkat dalam beberapa waktu ke depan. Dapat diprediksi bahwa akhir tahun ini dolar Amerika Serikat (AS) akan meningkat mencapai angka RP 15.000.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang non finansial, akan diperkirakan terpuruk dengan kondisi tersebut. Karena, BUMN non finansial saat ini kebanyakan tengah memiliki hutang dalam bentuk valas atau valuta asing.
“Yang kita khawatirkan, jika kondisi fundamental memburuk, dan adanya pengetatan ekonomi atau moneter global, dolar AS akan terus bergerak naik hingga menyentuh angka RP 14.100, RP 14.200 dan sangat memungkinkan hingga mencapai level RP 15.000 pada akhir tahun 2018,” kata Ekonom Institute For Development Of Economics and Finance (Indef) Bima Yudhistira, Jakarta, Minggu (13/5).
Bank Indonesia (BI) telah melansir data, bahwa total hutang yang diderita oleh BUMN non finansial maupun finansial menembus angka RP 4.343 triliun. Bima Yudhistira menerangkan, jika dari jumlah tersebut sekitar RP 610,7 triliun diderita oleh BUMN non finansial atau seperti dari BUMN yang tengah terlibat dalam bidang pembangungan insfrastuktur.
“Tapi kalau kita cek dari RP 610,7 triliun total hutang BUMN non perbankan, 60 persennya hutang dalam bentuk valas. Kalau sampai dolar Rp 15.000 maka secara tidak langsung BUMN kita akan kolaps dan itu bukanlah main-main,” ujar Bima. “Kalau ramalan itu terbukti dan 60 persen BUMN non keuangan itu berbentuk valas, maka ini problem yang sangat serius dan bagaimana jika hal ini dibiarkan dan seolah tidak ada permasalahan dalam manajemen BUMN termasuk manajemen keuangannya,” tambahnya.
BACA JUGA:
Penanggulangan Nilai Rupiah
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) dinilai cukup responsif dalam rencana menaikan suku bunga 7 Days Reverse Repo. Walaupun dianggap sudah terlambat dalam pengerjaannya, hal ini dapat menahan pelemahan rupiah terhadap dolar AS. “Karena sekarang sudah terlambat, yang kita inginkan bunga acuannya kalau bisa segera dilakukan tindak penyesuaian 25-50 basis poin. Efeknya jika bunga acuannya naik, maka return atau imbal hasil dari beberapa instrumen investasi dalam negeri akan lebih menarik lagi, bagi investor asing,” ucap Bima.
Di saat mereka (investor) kembali lagi, artinya permintaan rupiah akan menjadi lebih baik lagi, dan hal itu setidaknya bisa kembali menjadi 13.800-13.900, stabil sampai akhir tahun ini. Kemudian, mengenai keterlambatan Bank Indonesia (BI) yang menyesuaikan suku bunga acuan, dinilai dapat berdampak pada membengkaknya cadangan devisa negara, yang semakin hari semakin terus terkuras.
“Andaikata pada bulan Maret ketika Fed Rate naik 25 basis poin, kita langsung merespons dengan kenaikan 25 basis poin 7 Days Reverse Repo itu, maka shock dari kapital itu bisa menjadi berkurang atau tetahan. Tidak sampai seperti sekarang ini yang membuat cadangan devisa kita mungkin tidak akan tergerus,” tutup Bima.
Adapun membludaknya hutang BUMN non finansial terjadi karena penugasan yang bisa dibilang sangat dipaksakan oleh pemerintah yang mengakibatkan pekerjaan mereka menjadi tidak benar dan tidak serius dalam memanejemennya. Serta konsekuensi dari penugasan yang tidak pada tempatnya dan tidak diatur sebagaimana semestinya, membuat APBN berimplikasi pada membengkaknya hutang BUMN.
Jika berbagai hal positif dapat dilakukan oleh pihak BUMN untuk memajukan perekonomian Indonesia, tak menutup kemungkinan rupiah akan bertahan di level 13.800-13.900 terhadap dolar AS sampai dengan akhir tahun ini.
Baca juga artikel menarik lainnya terkait Kabar Ekonomi atau informasi terkini lain di Kabarnesia.
[…] Kemungkinan Rupiah Mencapai 15.000 Per Dolar Tahun Ini […]
Comments are closed.