Ketika Aksi Terorisme Dituduh Sebagai Pengalihan Isu

0
260
terorisme
Aksi terorisme (Ilustrasi: Arsitek Menulis)
obat kuat,libion,libiceng,phuceng,madu stamina,madu phuceng,sehatshop,stamina pria,madu,jahe merah,purwoceng

Setiap orang dengan sengaja menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Kabarnesia.com – Maraknya aksi teror bom yang sedang terjadi di Indonesia, telah membuat berbagai golongan netizen mulai angkat bicara. Tetapi, ada pendapat tentang teror bom tersebut yang mengatakan isu terorisme merupakan salah satu pengalihan isu. Hal ini turut mengundang sejumlah masyarakat dunia maya untuk segera melaporkannya ke pihak yang berwajib.

Seperti kasus yang dialami oleh seorang perempuan berinisial FSA. Ia diamankan pihak kepolisian lantaran menyebut tragedi serangan bom di Surabaya sebagai pengalihan isu pemerintah. Perempuan yang bernama lengkap Fitri Septiani Alhindun berhasil ditangkap di sebuah rumah kos di jalan Sungai Mengkuang, Desa Pangkalan Buton, Sukadana, Kayong Utara, Kalimantan Barat. Dari tangan pelaku, polisi menyita satu unit telepon genggam.

“Iya, benar. Telah kami amankan yang bersangkutan,” ucap Kabid Humas Polda Kalimantan Barat Kombes Nanang Purnomo. Nanang Purnomo menyebutkan, saat ini FSA masih menjalani pemeriksaan oleh petugas dan kasusnya akan diserahkan ke penyidik Polres Kayong Utara kepada Polda Kalimantan Barat.

“Saat ini pelaku masih diperiksa. Kasusnya akan segera ditangani oleh Polda Kalbar,” kata Nanang. FSA ditangkap pada hari Minggu (13/5) pukul 16.00 WIB oleh personel Satuan Reskrim Polres Kayong Utara. Dalam akun Facebook-nya, Fitri menulis status analisisnya tentang tragedi bom di Surabaya adalah rekayasa pemerintah.

Sekali mendayung 2-3 pulau terlampaui. Sekali ngebom: 1. Nama Islam dibuat tercoreng; 2. Dana triliunan anti teror cair; 3. Isu 2019 ganti presiden tenggelam. Sadis lu bong… rakyat sendiri lu hantam juga, dosa besar lu,” tulis Fitri Septiani, dikutip dari akun Facebooknya.

Tak hanya sekali ia menulis di laman Facebooknya, Fitri juga menulis tentang tragedi di Surabaya adalah sebuah drama yang dibuat oleh polisi agar anggaran Densus 88 Antiteror ditambah. “Bukannya terorisnya sudah dipindahkan ke Nusa Kambangan? Wah ini pasti program mau minta tambahan dana anti teror lagi nih? sialan banget sih sampai mengorbankan rakyat sendiri? Drama satu gak laku, mau bikin drama kedua,” begitu tulisnya.

BACA JUGA:

Sangsi Penyebar Isu Terorisme

FSA terancam Pasal 28 ayat 2 UU Informasi dan Transaksi Elektronik. “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA),” jelas Nanang.

Setelah itu, Direktorat Krimsus Subdit Cybercrime Polda Sumut, telah menangkap PNS yang bekerja sebagai pegawai Perpustakaan di Universitas Sumatera Utara (USU) bernama Himma Dewiyana Lubis alias Himma. Ia dibawa saat tengah berada di rumahnya di Jalan Melinjo II Kompleks Johor Permai, Medan Johor, Medan.

Dia ditangkap pada hari Sabtu (19/5) karena salah satu postingannya di akun Facebook miliknya mendadak menjadi viral dan mengundang perdebatan antar netizen dan disinyalir telah melakukan ujaran kebencian. Saat itu, setelah tiga serangan bom bunuh diri di gereja di Surabaya pada minggu (13/5), Himma mengunggah sebuah tulisan yang menyebut kalau tiga bom itu hanyalah pengalihan isu.

Skenario pengalihan yang sempurna…#2019gantipresiden,” tulisan akun Facebook Himma.

Setelah postingannya viral di media sosial, Himma yang juga memiliki pendidikan terakhir S2 ini, langsung menutup akun Facebook pribadinya. Namun tak disangka, postingannya tersebut sudah terlanjur ditangkap layar oleh netizen dan dibagikan ke media daring.

Himma akan dijerat pasal 28 ayat 2 UU ITE dalam perkara diduga adanya pelanggaran tindak pidana ujaran kebencian yang menyebutkan, “Setiap orang dengan sengaja menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA),” tutur Kabid Humas Polda Sumut AKBP Tatan Disran Atmaja.

Keduanya sama-sama terjerat dengan pasal yang sama, dan didasari dengan kesalahan yang sama juga. Maka dari itu pentingnya hal ini untuk tidak sembarangan dalam memposting sesuatu di media sosial, karena setiap postingan di media sosial memiliki pertanggujawaban hukum sesuai UU ITE atau UU nomor 11 tahun 2008.

Baca juga artikel menarik lainnya terkait Kabar Hukum atau informasi terkini lain di Kabarnesia.

Comments

comments