

“Mau ada aturan sejelas apapun namun kemudian dalam penegakkannya menjadi abu-abu, mau sampai kapanpun akan menjadi persoalan,” ujar Tama, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW.
Kabarnesia.com – Menghadiri diskusi bersama dengan Najwa Shihab di salah satu program talkshow di salah satu stasiun televisi swasta, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly nampak menyembunyikan sesuatu. Menteri Yasonna nampak berbelit-belit dalam menyampaikan argumen dan seringkali menerangkan pendapat yang kurang masuk akal untuk sekelas pejabat pemerintah eksekutif seperti dirinya.
Yasonna Laoly sendiri dihadirkan sebagai bintang tamu satu-satunya yang hadir dan duduk bersama Najwa Shihab dalam acara itu. Sisanya, adalah narasumber pendukung yang duduk di jajaran kursi penonton untuk memberikan tanggapan.
Yasonna Laoly lahir di ujung sumatera, Tapanuli Tengah, 65 tahun yang lalu, dan mulai menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM pada masa awal terpilihnya Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia, pada Oktober 2014 silam. Sebelumnya, ia pernah duduk di kursi legislatif DPR Komisi II pada periode 2004-2009.
Nama Yasonna Laoly akhir-akhir ini ramai diperbincangkan terkait ‘bobolnya’ moral anak buahnya yang menjabat sebagai Kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husein yang tertangkap operasi tangkap tangan KPK terkait suap fasilitas mewah lapas Sukamiskin. Yasonna dianggap tidak tegas dalam memilih dan menyeleksi, sekaligus menerapkan aturan tentang fasilitas yang ada dalam perundang-perundangan bagi para narapidana korupsi di sana.
Meski kemudian, Menteri Yasonna resmi mencopot Kalapas Sukamiskin, Wahid Husein, Kakanwil Kemenkumham Jabar, Indro Purwoko dan Kadiv Pas Jawa Barat, Alfi Zahrin, Kamis (26/7), namun itu dianggap Anggota DPR Komisi III M Syafii, belum cukup memberikan efek jera dan mengurasi kebobrokan di sana.
“Tidak mungkin dilakukan yang bawah tapi tingkat pusat tidak tahu. Memang mereka enggak pernah mantau, apa?” kata Syafii, seperti dikutip Tirto, Kamis (26/7).
Menurut Syafii, perubahan sistem harus ditindak tegas oleh Presiden Jokowi agar tidak lagi terjadi praktek busuk yang ada di lapas para koruptor tersebut. Syafii berharap Jokowi mau mencopot jabatan Menteri Yasonna Laoly guna membenahi sistem dari hulu ke hilir.
“Dirjen pas sampai Menkumham-nya harus dicopot. Kalau mereka beralasan tidak tahu praktik itu, berarti mereka tidak kerja,” kata Syafii. “Pasti tahu semua itu orang.”
Syafii bahkan mengatakan, setiap terdapat rapat kerja bersama Menteri Yasonna bersama para anggota Komisi III terkait adanya penyelewangan di lapas, menteri hanya mengatakan siap membenahi, namun tidak ada perubahan. Penyelewengan yang dimaksud berupa pungli yang kerap kali terjadi di lapas, seperti pembesuk memberikan uang saku kepada tahanan, memasok makanan ke lapas dengan menyuap sipir, dan tahanan mendapatkan fasilitas mewah dengan menyuap para sipir.
Aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengatakan, banyaknya aksi suap di lapas karena kurang tegasnya Menteri Yasonna dalam menangani berbagai masalah yang terjadi. “Jadi ini salah satu membuat Yasonna tidak tegas, jadi problem di Lapas Sukamiskin karena banyak kolega dia mantan politisi jadi narapida kasus korupsi di Sukamiskin. Apakah Yasonna tidak tahu soal fasilitas itu kok saya agak ragu!” ujar Emerson di Jakarta Pusat, Kamis (26/7).
Emerson juga meminta agar semua pejabat, mulai dari office boy sampai Kalapas Sukamiskin dicopot semua dari jabatannya. Sebab, ia mengatakan, semua pihak di dalamnya sudah mengetahui terkait fasilitas mewah yang didapatkan para tahanan.
“Yang kita lihat karena faktor tidak tegasan Menteri Hukum dan HAM. Makanya salah satu dorongan kita copot Pak Yasonna Laoly karena ya ini keboloan yang kesekian kali,” katanya.
BACA JUGA:
Menghitung Tidak Tegasnya Menteri Yasonna
Dalam acara Mata Najwa di salah satu stasiun televisi swasta itu, Yasonna Laoly menampakkan berbagai pernyataan yang tak sesuai dengan kapasitasnya sebagai menteri yang mengelola hukum di Indonesia. Beberapa di antaranya:
- Ketika Najwa Shihab menanyakan kepada OC Kaligis saat sidak, terkait ketersediaan printer dan iPad di kamar tahanannya, OC Kaligis mengatakan bahwa dirinya bisa mati jika tidak bisa menulis menggunakan itu. Sebab, OC mengaku bahwa iPad itu digunakannya untuk menulis hasil pemikirannya selama di rumah tahanan.
Namun, tanggapan yang diberikan oleh Menteri Yasonna terkait hal itu tidak menunjukkan ketegasannya sebagai Menkumham yang berpatok pada aturan dan perundangan yang ada. Dalam Pasal 4 Permenkumham 6/2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara disebutkan bahwa, setiap narapidana dilarang; a. melengkapi kamar hunian dengan alat pendingin, kipas angin, televisi, dan/atau alat elektronik lainnya; b. memiliki, membawa dan/atau menggunakan alat elektronik, seperti laptop atau komputer, kamera, alat perekam, telepon genggam, pager, dan sejenisnya; c. melakukan pemasangan instalasi listrik di dalam kamar hunian.
Menteri Yasonna justru mengatakan, “Ini dilema ini. Soal iPad, tablet, aturannya tidak (tidak boleh), tetapi bagi seorang penulis, bagi seorang pemikir, Bung Karno dulu dipenjara menulis, pakai pulpen, kemudian dalam kesempatan berikutnya menggunakan mesin tik, itu exercise of mind, yang dihilangkan itu sebenarnya kebebasannya, namun untuk berkreasi dan berfikir tidak boleh dihilangkan, walaupun tempatnya terbatas.”
Kemudian setelah itu, Najwa menanggapi, “Tapi kemudian, kalau diberikan satu kebebasan kepada seorang napi, napi yang lain berarti bisa mendapatkan kemudahan yang sama?”
“Yang tidak boleh itu sebenarnya adanya akses keluar, seperti wifi atau internet, narkoba, makanya idealnya mereka harusnya bisa diberikan fasilitas yang baik, seperti perputakaan,” tanggapan Yasonna, dalam acara Mata Najwa, Rabu (25/7).
2. Ketika Najwa menyambangi kamar tahanan M Sanusi, ditemukan sejumlah uang pecahan 100 ribu rupiah dan 50 ribu rupiah. Padahal, dalam Pasal 4 Permenkumham 6/2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara disebutkan bahwa, setiap narapidana dilarang; membawa dan/atau menyimpan uang secara tidak sah dan barang berharga lainnya.
Yasonna Laoly kemudian memberikan komentarnya terkait hal itu ketika ditanya Najwa terkait boleh tidaknya membawa uang dan menyimpan uang di dalam sel tahanan. Yasonna mengatakan, “Untuk sebatas membeli makanan, karena di sana menu makanan dari APBN cuma 15-17 ribu rupiah, dan dipotong pajak lagi, untuk satu hari. Kita bisa bayangkan macam Setnov diberikan makan sejumlah 15 ribu rasanya tidak… (sesuai)… dan di sana memang ada orang-orang yang memiliki kemampuan tersendiri, makanya kita bangun koperasi.”
Ketika ditegaskan oleh Najwa terkait boleh tidaknya, Yasonna menjawab, “(sambil mengangguk) untuk sejumlah tertentu.”
Padahal bisa kita bayangkan, jika uang yang masuk ke para tahanan tidak terkendali, justru mereka bisa menyuap para sipir lapas untuk menyuap dan sebagainya.
3. Ketika Najwa membandingkan dengan kondisi para napi umum dengan napi para koruptor, kemudian Najwa mengatakan, “Bagaimana tanggapan bapak terkait perbedaan yang mencolok antara napi umum dan koruptur tadi?”
Yasonna mengatakan, “Ya, sebenarnya kami hanya mentolerir adanya perbaikan yang dilakukan napi yang sudah uzur dan mengharuskan lebih higenis dan sanitasi yang baik, tapi kan negara tidak punya uang untuk membangun semua sel sesuai standar tersebut.”
Najwa pun menimpali, “Berarti fasilitas itu hanya bisa digunakan oleh napi yang punya uang?” Yasonna menjawab, “Ya. Itulah yang menjadi persoalan kita saat ini.”
4. Ketika narasumber lain menanggapi kejadian kecolongannya fasilitas mewah di Lapas Sukamiskin, Tama Satrya Langkun sebagai Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, dengan mengatakan bahwa disiplin tingkat lapas sudah tidak ada, dan tidak aturan yang jelas, lagi-lagi Menteri Yasonna memberikan tanggapan yang kurang tegas bahkan terkesan menganggap enteng.
Tama mengatakan, “Ketika Mba Nana (Najwa) berbicara terkait ‘betul gak Nazarudin menempati sel yang sama atau mungkin tidak sama’, kemudian dikonfirmasi oleh Pak Menteri (Yasonna), yang disalahkan justru Pak Novanto karena gak bisa menjawab pertanyaannya Mba Najwa. Ini justru menjadikan pertanyaan bagi saya, bagaimana kemudian pihak Kementerian menetapkan displin yang tinggi di dalam lapas? Jadi menurut saya, mau ada aturan sejelas apapun namun kemudian dalam penegakkannya menjadi abu-abu, mau sampai kapanpun akan menjadi persoalan.”
Menteri Yasonna kemudian menggapi, “Kita sebenarnya setiap tahun disiplin, jadi biasanya nih kalau lapas yang lain, orang yang seperti ini (menunjuk Setnov dan Nazarudin) sudah masuk register F, gak dapat remisi mereka. Jadi, kalau Setya Novanto mau jungkir balik bikin ribut atau melanggar aturan dan lain-lain, ya memang dari awal dia gak dapat remisi.”
Ketika Najwa menegaskan, “Berarti setiap napi tipikor yang melanggar apapun dalam lapas tidak dapat hukuman apapun?”
“Ya nanti kita lihat pelanggaran apa yang dia lakukan, yang jelas mereka tidak dapat remisi. Masalah sanksi bisa kita perhitungkan,” ujar Yasonna.
Dengan demikian, jelas bahwa Menteri Yasonna nampak memiliki keraguan dalam menegakkan disiplin. Terlebih, diduga banyaknya kolega politiknya di dalam sel yang juga ikut melanggar aturan. Lalu, apa tindakan selanjutnya dari Menteri Yasonna untuk menanggulangi permasalahan bobroknya moral anak buahnya?
Baca juga artikel menarik lainnya terkait Kabar Hukum atau informasi terkini lain di Kabarnesia.