
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Mataram mencatat data gempa yang mengguncang Nusa Tenggara Barat yang terjadi selama Januari-Juni 2018 sebanyak 459 kali gempa.
Kabarnesia.com – Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, gempa yang mengguncang Lombok dan Bali pada Minggu (29/7) mengakibatkan setidaknya 16 orang meninggal dunia, dan lebih dari 160 orang luka-luka.
Gempa Lombok itu juga menyebabkan, sekitar 1000 rumah mengalami kerusakan. Sutopo mengatakan, gempa berkekuatan 6,4 SR itu terjadi setidaknya hingga 203 kali yang setiap susulannya berkekuatan dari 2,3 sampai 5,7 SR.
Kepala Dinas Sosial Nusa Tenggara Barat Ahsanul Khalik menyebutkan, 500 kepala keluarga terdampak gempa yang mengguncang Pulau Lombok dan Sumbawa tersebut. Namun, Khalik belum berani memastikan jumlah pasti kepala keluarga yang terdampak karena berbagai alasan.
“Data sementara yang kita himpun ada 500 KK. Tapi itu pun kita belum berani mengungkapkan angka pastinya. Karena patokan kota kita by name by adress,” kata Ahsanul Khalik di Sembalun, Minggu (29/7) seperti dikutip dari Antara.
Ia juga mengatakan, terdapat tiga kecamatan yang mengalami dampak terparah dari gempa tersebut, yakni Kecamatan Sambelia, Kecamatan Sembalun di Lombok Timur, dan juga Kecamatan Bayan di Lombok Utara.
Penyebab Gempa Lombok
Gempa bumi yang mengoyak Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan sebagian wilayah di Bali yang mulai terjadi sejak Minggu (29/7) pagi ini diakibatkan aktivitas Sesar Naik Flores (Flores Back Arc Thrust).
“Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan gempa ini dibangkitkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan naik (thrust fault),” kata Rahmat Triyono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, di Jakarta.
Guncangan gempa bumi tersebut dilaporkan telah dirasakan di daerah Lombok Utara, Lombok Barat, Lombok Timur, Mataram, Lombok Tengah, Sumbawa Barat dan Sumbawa Besar pada skala intensitas II SIG-BMKG (IV MMI), Denpasar, Kuta, Nusa Dua, Karangasem, Singaraja dan Gianyar II SIG-BMKG (III-IV MMI). Sementara di Bima dan Tuban II SIG-BMKG (III MMI), Singaraja pada skala II SIG-BMKG atau III MMI dan Mataram pada skala II SIG-BMKG atau III MMI.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatalogi, dan Geofisika (BMKG) Pusat, Dwikorita Karnawati mengatakan, “Gempa tersebut tidak berpotensi tsunami,” dalam keterangan pers dari BMKG, Minggu (29/7).
Gempa yang terjadi di Lombok tersebut mulai terasa pada pukul 05.47 WIB, yang berasal dari koordinat 8,4 LS dan 116,5 BT, atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 47 km arah timur laut Kota Mataram, Propinsi Nusa Tenggara Barat pada kedalaman 24 km.
BACA JUGA:
- Gerhana Bulan Tahun Ini: Penyebab dan Fakta-faktanya
- Insiden Lion Air: Sehari Dua Kali, Sebulan Empat Kali
Fakta-fakta Gempa Lombok
Tidak berpotensi Tsunami
Berdasarkan analisis lokasi episenter, kedalaman hiposenter, dan mekanisme sumbernya, gempa 6,4 SR ini terjadi di kedalaman yang dangkal, akibat Sesar Naik Flores. Gempa ini terpicu akibat adanya deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan naik (thrust fault).
Pernyataan resmi dari Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Pusat, Dwikorta Karnawati menyatakan, gempa yang terjadi di Lombok dan sebagian wilayah di Bali ini tidak berpotensi tsunami.
800 pendaki di Rinjani saat gempa
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) Sudiyono menyebutkan, saat gempa bumi melanda Lombok dan sekitarnya, terdapat 826 pendaki, baik wisatawan asing atau Nusantara, yang melakukan pendakian di Gunung Rinjani sejak Jumat, (27/7).
Laporan yang dikutip Antara, dari BTNGR Resor Senaru, sebanyak 115 wisatawan asing telah turun dan tiba di Senaru, Kabupaten Lombok Utara. Sedangkan, data yang dimiliki BTNGR Resor Senaru, sebanyak total 150 pendaki wisatawan asing dan Nusantara yang mendaki. Ini berarti masih terdapat 35 pendaki yang belum sampai di Senaru.
Sedangkan, pengakuan Sudiyono, yang dikutip Antara, data pendaki yang masih di puncak Rinjaki belum bisa dipastikan, namun kemungkinan masih terdapat sebanyak 400 orang yang terjebak di atas gunung.
Sudiyono juga mengabarkan, terdapat satu pendaki yang meninggal di atas gunung setelah tertimpa material longsor akibat gempa yang terjadi di Lombok. “Kami mendapat informasi bahwa ada seorang pendaki yang tewas di atas gunung. Namun identitas jenazah belum kami terima,” ujarnya, dikutip dari Antara.
Total 459 kali gempa terjadi di NTB
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Mataram mencatat data gempa yang mengguncang Nusa Tenggara Barat yang terjadi selama Januari-Juni 2018 sebanyak 459 kali gempa.
“Jumlah gempa tersebut belum termasuk gempa susulan yang terjadi hari ini sebanyak 203 kali gempa hingga 22.20 WITA,” ujar Kepala Stasiun Geofisika Mataram Agus Riyanto, saat melakukan telekonferensi bersama media lokal NTB dan Jakarta, Minggu (29/7) malam.
Dari data analisis tersebut, NTB terguncang gempa sepanjang semester pertama tahun 2018 berkekuatan 2-5 SR yang terjadi di darat dan laut. Sedangkan, menurut Kepala BMKG Pusat, Dwikorita Karnawati menjelaskan, NTB termasuk provinsi yang rawan gempa cukup besar, karena termasuk wilayah yang terdapat dua sumber pembangkit gempa.
Dua sumber pembangkit gempa tersebut, yakni di sebelah selatan terdapat sumber gempa zona subduksi (zona penunjaman), yaitu zona penunjaman Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia. Selain itu, di sebelah utara terdapat zona sesar naik busur belakang Flores (Flores back arc thrust).
Baca juga artikel menarik lainnya terkait Kabar Peristiwa atau informasi terkini lain di Kabarnesia.
[…] Gempa Lombok: Fakta dan Penyebabnya […]
Comments are closed.