Koalisi Gerindra-Demokrat, Siapa Untung?

0
311
prabowo sby
SBY (kiri) dan Prabowo (kanan) sedang mengadakan pertemuan di kediaman Prabowo Subianto (foto: Detik)
obat kuat,libion,libiceng,phuceng,madu stamina,madu phuceng,sehatshop,stamina pria,madu,jahe merah,purwoceng

Partai Demokrat yang sudah terbentuk lebih lama dan memiliki kekuatan logistik partai lebih mapan, terkesan memberikan hadiah gratis kepada Gerindra yang masih belum memiliki kekuatan logistik yang cukup kuat.

Kabarnesia.com – Pada pertemuan yang diselenggerakan di rumah Prabowo Subianto di Kertanegara, Jakarta pada Senin (30/7) lalu, terjalin komunikasi politik terkait Pemilihan Presiden 2019 mendatang. Presiden Ke-6 Republik Indonesia sekaligus Ketua Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono bersama Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto menyatakan akan berkoalisi dalam pesta demokrasi akbar tahun depan.

Pertemuan tersebut selain membahas tentang koalisi politik, namun juga diduga merumuskan nama-nama yang akan menjadi pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2019. Sebab, pada jumpa pers yang dilakukan di kediaman Prabowo setelah pertemuan berlangsung selama 3,5 jam itu, keduanya, baik Prabowo maupun SBY, sepakat akan mengusung Prabowo sebagai calon presiden dari koalisi tersebut.

“Pada pertemuan pertama pembicaraan terbuka lebar. Pertemuan kedua makin lebar. Dengan izin Allah, kami datang dengan pengertian Pak Prabowo adalah calon presiden kita,” tegas SBY di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (30/7).

Pernyataan SBY tersebut tentu terkesan memberikan kesempatan Prabowo menjadi presiden secara cuma-cuma. Apabila bila melihat latar belakang partai keduanya. Partai Demokrat yang sudah terbentuk lebih lama dan memiliki kekuatan logistik partai lebih mapan, terkesan memberikan hadiah gratis kepada Gerindra yang masih belum memiliki kekuatan logistik yang cukup kuat.

Terlebih jika melihat kader di dalamnya, Partai Demokrat semestinya bisa saja mengajukan nama sebagai calon presiden pada koalisi tersebut. Setidaknya sebagai calon wakil presiden. Namun, dari pernyataan Prabowo terkait nama pendampingnya nanti malah menimbulkan pertanyaan tersendiri.

“Presiden SBY tidak menuntut atas nama Partai Demokrat satu nama tertentu. Sama sekali beliau menyampaikan, menyerahkan kepada saya seandainya saya menjadi calon presiden dari koalisi ini,” ucap Prabowo pada jumpa pers di kediamannya.

Lalu, apa rencana politik SBY bergabung dengan Gerindra?

Seperti kita ketahui bersama, nama putra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono digadang-gadang akan terjun dalam atmosfer politik 2019 mendatang. Namun, dengan pernyataan dari Prabowo tersebut, tidak juga mengedepankan nama anaknya sebagai calon pendamping Prabowo kelak.

BACA JUGA:

Siapa yang untung dalam koalisi Gerindra-Demokrat?

Dengan bergabungnya Demokrat ke koalisi Gerindra, maka jumlah kursi DPR yang menjadi persyaratan mencalonkan presiden dan wakil presiden 2019 mendatang sudah terpenuhi, bahkan melewati ambang batas persyaratan yang hanya 20 persen.

Jika digabungkan, keduanya total memilki 23,9 persen kursi di DPR, dengan komposisi Gerindra 73 kursi atau 13 persen, dan Demokrat 61 kursi atau 10,9 persen.

Kendati demikian, Prabowo masih sibuk mencari kekuatan politik lain untuk berkoalisi melawan calon petahana Joko Widodo yang dicalonkan PDIP, Nasdem, Golkar, PPP, dan PSI. Prabowo saat ini masih terus berkonsolidasi dengan PKS yang sebelumnya telah menyatakan dukungan, meski bersyarat.

Seperti diketahui, PKS telah mengajukan syarat tertentu untuk bisa berkoalisi dengan Gerindra. PKS telah mengusulkan dua nama, yang mereka sebut hasil dari Ijtima Ulama, sebagai pendamping Prabowo kelak. Keduanya adalah da’i kondang Abdul Somad, dan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Seggaf al-Jufri.

Namun, Prabowo berujar bahwa nama-nama hasil Ijtima ulama itu tidak mutlak sebagai syarat. “Rekomendasi itu adalah rekomendasi. Alat. Marilah kita pelajari hasil ijtima itu, klausul demi klausul,” kata Prabowo usai melakukan pertemuan dengan jajaran pengurus DPP dan Majelis Syuro PKS di kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (30/7).

Menurut Prabowo, pemilihan kandidat cawapres merupakan keputusan krusial. Ia tak bisa hanya mendengarkan dari satu sumber, ia harus meminta rekomendasi kepada partai koalisinya, yakni Demokrat dan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia.

Prabowo juga mengatakan, keputusan cawapres untuk Pilpres 2019 nanti ada di tangan partai politik. “Kami hargai jajak pendapat dan masukan. Tapi keputusan akhir ada di parpol. Jadi ijtima pun rekomendasi. Tapi keputusan tetap melalui parpol. Jadi ini harus kami perhatikan,” kata Prabowo.

Safari politik yang dilakukan Prabowo untuk mencari kandidat pendampingnya di Pilpres 2019 nanti dikatakan Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, hanya sebagai sikap fatsun politik. Sebab, menurutnya, pertemuan Prabowo dengan SBY pasti juga menyelipkan nama AHY sebagai calon wakil presiden Prabowo kelak.

“Prabowo sepertinya ingin menjaga kehormatan SBY dan pada saat yang sama berusaha menjaga perasaan PKS dan PAN sebagai mitra potensial koalisi berikutnya,” kata Said, dikutip Kompas, Selasa (31/7).

Kalaupun tidak, pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio menganggap itu adalah strategi politik SBY yang akan menyiapkan putra sulungnya tersebut pada ajang Pilpres 2024 mendatang. Setidaknya, menurut Said, AHY akan menempati posisi menteri untuk menggembleng kekuatan di musim politik berikutnya.

Visi Misi Prabowo-SBY

Pada jumpa pers yang diselenggarakan di kediaman Prabowo itu, SBY berpesan kepada Prabowo agar koalisi dalam Pilpres 2019 nanti, baik capres maupun cawapres, harus berorientasi pada rakyat.

SBY juga meminta agar pada kampanye politiknya nanti, Prabowo tidak terlalu banyak mengumbar janji. SBY menilai hal-hal yang paling penting untuk diperbaiki adalah masalah kemiskinan, lapangan pekerjaan, kebebasan dan demokrasi, hukum, dan pemberantasan korupsi tidak tebang pilih.

“Hubungan internasional baik, tidak ingin jadi penonton, banyak hal bisa ambil tugas jadi pemimpin. Tetapi saya minta juga nanti visi misi jangan panjang-panjang, simpel saja, janji juga jangan terlalu banyak. Konkret yang penting bisa dilaksanakan,” kata SBY usai bertemu Prabowo, Senin (30/7).

Perkara ekonomi yang menjadi ujung tombak kampanye politik pada Pilpres 2019 sebelumnya sudah diprediksi oleh Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting, Djayadi Hanan. Djayadi mengatakan, peluang Prabowo terpilih menjadi presiden akan semakin besar, jika pada pemerintahan kali ini Indonesia mengalami penyusutan ekonomi.

Sebab, menurutnya, evaluasi nyata dari masyarakat adalah permasalahan ekonomi. “Kalau situasi ekonomi yang sekarang masih stabil ini memburuk, misalnya inflasi naik, itu akan mengakibatkan situasi ekonomi riil memburuk dan itu bisa membebani masyarakat dan mengakibatkan kekecewaan masyarakat kepada petahana,” ujar Djayadi, dikutip BBC Indonesia, Selasa (31/7).

Baca juga artikel menarik lainnya terkait Kabar Nasional atau informasi terkini lain di Kabarnesia.

 

Comments

comments