
Pesta rakyat baru usai, “pesta” yang terpaksa harus menggunakan tanda kutip karena benar-benar menguras energi dan emosi bangsa karena rakyat “terpaksa” diadu berkat polarisasi cebong – kampret yang ketat.
Selain itu, “pesta” yang telah mengorbankan rakyat sebagai pion untuk bertikai itu juga ternyata tidak benar-benar dinikmati oleh rakyat untuk perbaikan bangsa dan masyarakat. Yang ada justru prilaku mengejutkan oleh lembaga eksekutif dan legislatif yang tak henti menuai kontroversi dengan nekat meloloskan UU KPK yang dinilai banyak kalangan meresahkan karena berpotensi melemahkan KPK. (baca: Revisi UU KPK diresmikan, Pegawai KPK Protes).
Tiga poin utama yang kabarnesia nilai akan melemahkan KPK adalah:
- Pegawai KPK menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara) yang akan melemahkan independensi KPK. Sebagaimana kita tau, ASN itu diatur oleh KemenPAN sehingga fungsi pengawasannya akan dipegang oleh eksekutif.
- Lumpuhnya penyadapan sebagai senjata utama KPK meringkus Koruptor.
- Adanya dewan pengawas bentukan DPR yang lebih berkuasa dibanding pimpinan KPK yang kolektif kolegial. Selain prosedur rekrutmen dewan pengawas yang kurang jelas, spesifikasi dewan pengawas juga dibawah spesifikasi pimpinan KPK. Dewan ini rawan disusupi politikus yang berkepentingan.
Selain itu, secara prosedural UU KPK ini memiliki keganjilan diantaranya:
- Hanya dihadiri kurang-lebih 20% anggota DPR yang menampakkan batang hidungnya.
- Bukan RUU prioritas prolegnas 2019. Tidak masuk dalam prolegnas prioritas pembahasan undang-undang 2019. Dengan kata lain, seluruh fraksi di parlemen dan pemerintah telah melanggar tata tertib.
- Hanya kurang lebih 13 hari dibahas. Sangat cepat dan buru. Ada apa?
Baca lebih lengkap perihal persoalan revisi UU KPK menurut KPK
Jokowi 11-12 dengan DPR
Meski menegaskan revisi UU KPK adalah inisiatif DPR, Jokowi sebagai harapan utama rakyat yang telah sempat berpeluh keluh membela dan memilihnya saat pilpres ternyata memberikan angin segar bagi revisi UU KPK tersebut.
Restu jokowi berupa surpres (Surat Presiden) yang menyetujui poin-poin RUU KPK dikirimkan tepat rakyat tengah berduka akan kepulangan bapak bangsa yang juga presiden RI ke-3 BJ Habibie seolah memberi kesan memanfaatkan kesempatan ketika masyarakat lengah.
Hingga revisi UU KPK disahkan, Jokowi masih dingin kepada KPK seolah menegaskan posisinya ada dimana, padahal semestinya Jokowi sebagai orang nomer 1 RI yang saat kampanye berulang-ulang mengucap komitmennya akan pemberantasan korupsi punya kesadaran yang cukup bahwa RUU KPK saat itu selain bermasalah dari sisi subtansi, bermasalah juga dari sisi prosedural.
Silahkan revisi jika proporsional
Revisi UU KPK memang perlu dilakukan jika dilihat dari kebutuhan zaman, fokus pencegahan juga perlu dipertegas, kami senada dengan misi jokowi untuk membangun fungsi pencegahan yang lebih tegas dibanding penindakan.
Namun, bukan berarti fungsi pencegahan diharapkan sementara penindakan dilemahkan. Logika sederhananya sebenarnya bisa kita ambil dari Jokowi saat masih menjadi Gubernur Jakarta bersama Ahok (BTP) yang mensosialisasikan peraturan tegas dan keras bagi siapa saja yang masuk jalur busway akan ditindak tilang hingga Rp. 500 ribu. Saat itu secara perlahan makin sedikit pengendara nakal yang masuk jalur busway. Itu bukti jika pencegahan akan pelanggaran harus didahului penindakan hukum tegas tanpa diskriminasi terlebih dahulu.
Untuk mencegah adanya abuse of power kami juga memandang perlu KPK diawasi oleh pengawas yang kredibel tanpa adanya wewenang pengawas tersebut menerbitkan izin untuk melakukan penyadapan, hanya sebagai lembaga untuk melakukan evaluasi sesuai poin-poin yang telah disepakati agar tetap transparan.
Mahasiswa Bergerak Protes Revisi UU KPK & Pembahasan RKUHP
Mulai selasa kemarin, mahasiswa dari seluruh penjuru negeri mulai bergerak mendesak ketidak-beresan UU & RUU kontroversial diakhiri, bukan hanya ditunda, namun diakhiri dan dibahas tuntas kembali di DPR periode mendatang.
Pergerakan yang diawali gerakan #Gejayanmemanggil ini meningkatkan kesadaran bahwa ada yang tidak beres di negeri ini, bahwa agenda reformasi mungkin telah dikoyak penguasa, korupsi jangan lagi kembali menjadi momok negeri ini yang katanya ingin maju, sesuai dengan semboyan visi “Indonesia Maju” Jokowi saat berkampanye dengan pasangannya, KH Ma’ruf Amin.
Oleh karena itu, #KabarnesiaBersamaMahasiswa dalam memandang ketidakberesan yang terus terjadi mulai dari kontroversi calon pimpinan KPK, revisi mendadak UU KPK dengan poin-poin yang dianggap melemahkan lembaga anti rasuah tersebut, hingga poin dalam pasal RKUHP yakni pasal 604, yang memuat aturan hukuman koruptor lebih ringan dibanding UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi atau UU Tipikor dimana dalam Pasal 604 RKUHP, disebutkan seorang koruptor dihukum minimal penjara dua tahun dan minimal denda Rp10 juta. Sementara dalam Pasal 2 UU Tipikor 1999 yang memiliki rumusan sama persis, hukuman penjara itu minimal empat tahun dan denda minimal Rp1 miliar.
Harapannya suara rakyat itu didengar, bukan hanya dibutuhkan untuk meraih kekuasaan yang ketika sudah berada di kursi yang nyaman, malah lupa dengan suara itu.